Parenting ala Prancis: metode disiplin, tertib, mandiri, dan berani sejak bayi

Ketika saya mencuitkan di twitter pengalaman saya melahirkan dan membesarkan anak hingga usia nya 3 tahun di Paris, twit saya langsung diretwit lebih dari 7000 kali. Kemudian muncul permintaan untuk menuliskan pengalaman ini di blog atau membuat video youtube. Baiklah, saya akan menceritakan pengalaman saya lebih detil di sini, seperti apa sih parenting ala Prancis itu? Apakah sedahsyat itu sampai ada buku Bringing Up Bébé karya Pamela Druckerman yang membandingkan parenting di Amerika dengan di Prancis?

Berawal dari twit ini

Begini ceritanya…

Waktu itu, saya dan suami masih berstatus mahasiswa. Saya mahasiswa master dan suami mahasiswa doktoral. Kemudian saya hamil dan melahirkan di Rumah Sakit Pièrre Rouquès Les Bluets, Paris, sebuah rumah sakit yang menurut sejarahnya adalah pelopor metode melahirkan tanpa rasa sakit. Apakah saya melahirkan tanpa rasa sakit? Tentu saja rasa sakit pasti ada namun diredakan dokter anestesi dengan epidural. 😀

Seluruh kelahiran normal dibantu bidan, bukan obgyn

Jika tanpa alasan darurat, seluruh kelahiran harus diusahakan normal dan dibantu bidan atau dalam bahasa prancis disebut sage-femme. Obgyn hanya membantu pemeriksaan selama kehamilan. Jika semua berjalan lancar, maka proses persalinan diambil alih bidan. Sementara obgyn stand by siap dipanggil jika persalinan tidak berjalan sesuai rencana. Jadi, kelahiran dengan bidan adalah sesuatu yang normal bukan karena tidak punya biaya untuk melahirkan dibantu obgyn.

Minggu malam, 3 Agustus 2008 sekitar pukul 6 sore saya dan suami tiba di RS dengan menumpang bus dari apartemen kami. Saya mengalami kontraksi cukup sering tapi masih cukup PD naik bus. Setibanya di RS, segala pemeriksaan dilakukan. Bidan memprediksi bahwa saya tidak akan melahirkan malam itu juga. Lalu saya ditawarkan apakah ingin pulang atau menginap di RS. Ya jelas saya pilih menginap karena saya khawatir kalau prediksi bidan meleset. Lagipula kontraksi masih cukup sering saya rasakan.

Malam itu, pihak rumah sakit menyiapkan kolam jacuzzi untuk saya supaya saya merasa lebih nyaman. Mungkin terlihat dari raut wajah saya yang panik mengingat ini adalah kelahiran anak pertama dan saya hanya berdua suami di negeri orang. Dengan berendam di jacuzzi membuat kepanikan saya mereda. Saya pun bisa tidur nyaman malam itu.

Senin, 4 Agustus 2008. Bidan memeriksa kembali kehamilan saya, mengecek detak jantung bayi dan kondisi kesehatan saya, juga mengintip jalur lahir. Pagi itu, saya diminta berjalan kaki sebanyak-banyaknya karena baru bukaan satu. Saya dan suami menghabiskan waktu kami mengelilingi area RS hingga ke luar RS.

Sore pun datang ketika kami mampir di kedai kebab dekat RS. Di situlah kontraksi saya semakin tidak tertahankan. Saya langsung minta kembali ke RS dan suami membantu saya berjalan tertatih. Sesampainya di RS, saat itu masih pukul 5 sore, saya segera masuk ruang persalinan dan kembali dipasangkan alat kontrol detak jantung bayi dan pemeriksaan pun kembali dilakukan. Kali ini suasananya berbeda karena perut saya sudah semakin sakit. Namun kelahiran belum kunjung tiba karena bukaan belum sempurna. Saya masih harus menunggu sementara kontraksi sudah semakin hebat. Dokter anestesi memberikan suntikan epidural yang membuat saya kemudian mati rasa dari pinggul sampai ke kaki. Saya hanya tinggal menunggu aba-aba bidan.

Bersiap akan melahirkan setelah berjalan kaki seharian

Akhirnya yang dinanti tiba, pukul 20.30 waktu Paris tanggal 4 Agustus 2008, Zola lahir ke dunia dengan sehat. Setelah Zola keluar, bidan langsung meletakkannya di dada saya untuk memberi kesempatan kepada ayah dan ibu baru ini untuk menyapa si bayi. Kemudian, bidan mengambil Zola kembali dan membersihkan jalur pernapasan bayi dari air serta melakukan tes APGAR di ruang yang sama sambil terus mengajak kami dan si bayi ngobrol. Barulah, Zola kembali diberikan ke pelukan saya untuk memulai inisiasi menyusui dini.

Welcome to the world, Zola!
Suami pertama kali mengangkat Zola
Baju pertama Zola, tanpa dibedong

Begitu Zola lahir, ia tidak pernah dipisahkan sedetik pun dari saya. Setelah selesai diperiksa dan dibersihkan di ruangan yang sama, si bayi diletakkan di tempat tidur nya di sebelah saya dan kami berdua dipindahkan ke ruang rawat inap.

Zola sudah dapat tempat tidur nya sendiri

Rumah sakit tidak bebas mengizinkan anggota keluarga yang ingin menemani ibu baru, termasuk suami saya. Bagi anggota keluarga yang ingin menginap di ruang inap dikenakan biaya tambahan yang harga nya cukup mahal, itupun hanya untuk satu orang. Jadilah malam itu, saya yang baru melahirkan ditinggal berduaan bersama bayi tanpa suami yang menemani.

Keesokan pagi nya saya terbangun oleh suara suster yang mendatangi kamar. Suster langsung memeriksa kondisi saya dan bayi, lalu mulai mengajarkan posisi menyusui yang nyaman. Ia mengawasi kami berdua pada saat menyusui. Begitu payudara kosong, berarti proses menyusui bisa dilanjutkan ke payudara selanjutnya. Ketika ASI di kedua payudara habis, suster meminta saya melepaskan bibir bayi dari puting saya, tanda menyusui sudah selesai.

Di sini suster memberikan tips untuk menyusui bayi saya sesering mungkin dengan memperhatikan beberapa tanda-tanda, salah satunya ketika mulut si bayi mulai mengecap, saya boleh langsung menyusui. Suster juga menyarankan agar saya segera melepaskan bibir bayi dari puting ketika payudara sudah kosong agar tidak terbentuk kebiasaan ngemut atau mentil.

Setelah belajar menyusui, lalu saya diajarkan beberapa cara menggendong bayi : posisi bayi terlentang, tengkurap dan berdiri terlungkup dengan dada bayi menempel di dada ibu. Selain itu, saya juga diajarkan menggantikan popok bayi baru lahir. Di Prancis, bayi tidak langsung dimandikan namun menunggu hingga usia nya tiga hari. Selama tiga hari itu, bayi hanya dilap dan digantikan baju juga popok saja.

Baru di hari ketiga, saya dan suami diajarkan memandikan bayi. Wastafel memandikan bayi sudah disediakan di ruang rawat inap. Suster hanya membantu saya sambil mengajarkan memandikan bayi sekali. Untuk selanjutnya, saya dituntut untuk bisa memandikan sendiri.

Di sini, orangtua terutama ibu harus benar-benar terlibat mengurus bayi dari nol. Semua bayi yang terlahir tanpa masalah harus room-in bersama ibunya. Saya cukup kewalahan di malam hari karena suami tidak diizinkan menginap. Kalau di Indonesia, suster tinggal panggil dan keluarga pun siap menemani menginap di kamar. 🙂

Belajar menggantikan popok dan baju bayi

Bayi tidur sendiri di kasur nya

Sejak di rumah sakit, bayi memang sudah tidur sendiri di kasurnya. Begitu sampai di rumah, bayi memiliki kasur nya sendiri. Banyak juga orangtua yang memisahkan bayi di kamar nya sendiri. Kalau saya, tempat tidur Zola masih satu kamar dengan kami karena terbatasnya kamar yang dimiliki saat itu.

Tiga bulan pertama, saya masih cukup sering menyusui di malam hari. Namun sesuai dengan tips dari suster dan bidan, begitu payudara kosong, mulut bayi dilepas dari puting untuk menghindari kebiasaan mentil. Selesai menyusui, bayi dipindahkan lagi ke tempat tidurnya. Terkadang, jika kami terlalu lelah, kami biarkan Zola tidur di kasur kami.

Jika saya perhatikan, saat tidur di kasur kami, Zola menjadi lasak. Ketika saya konsultasikan ke dokter, katanya salah satu penyebab lasak adalah karena dia tidur di tempat tidur dewasa yang besar. Begitu dia tidur di kasur kecil sesuai dengan ukurannya, tidur nya menjadi tidak lasak lagi. Jadi jika ingin bayi tidur tidak lasak, coba deh latih dia tidur sendiri di kasur bayi.

Tiga bulan pertama bayi menyusu sepuasnya, setelah itu dijadwal empat jam sekali

Ini tips yang saya dapatkan dari suster, bidan, dan dokter anak saya. Tiga bulan pertama adalah masa-masa bayi menyusu sepuasnya, tidak perlu dijadwal. Namun begitu lewat tiga bulan, dokter anak saya menganjurkan untuk menjadwalkan jam menyusui setiap empat jam sekali.

Ketika menyusui, bayi harus sadar, tidak sambil tidur. Jika bayi ketiduran, dokter menyarankan membangunkan bayi dengan menepuk-nepuk pipi nya perlahan agar dia sadar kembali dan melanjutkan proses menyusui. Namun jika sudah masuk waktu menyusui, sementara si bayi masih tertidur, sebaiknya tidak usah dibangunkan, tunggu sampai dia bangun. Menurut dokter, manusia yang merasa lapar akan terbangun dan sulit tidur.

Belajar makan sendiri sejak bayi

Begitu bayi mulai mencoba makanan solid pertama nya, bayi didudukkan di kursi nya sendiri, tidak digendong apalagi dibawa berjalan-jalan. Saat usia nya sudah empat bulan, saya melatih Zola minum ASIP dari botol karena saya harus segera kembali ke kampus setelah melahirkan. Sayangnya tidak ada cuti melahirkan untuk mahasiswa, hanya untuk pekerja saja.

Tidak sulit melatih Zola minum dengan botol. Tidak ada adegan bingung puting pula ketika dia menyusu langsung dari saya. Saat minum ASIP pun, Zola tidak digendong melainkan didudukkan dan belajar memegang botolnya susu nya sendiri. Begitu pula ketika dia mulai makan, saya membeli booster untuk diletakkan di kursi makan. Kami tidak memilih high chair mengingat ukurannya yang terlalu besar untuk apartemen kami.

MPASI pertama adalah Sayur

Sesuai dengan anjuran dokter, maka makanan pendamping ASI pertama Zola adalah sayur, yaitu bubur wortel dan bawang bakung (leek) dengan sedikit kentang dan olive oil. Semua bahan diblender halus. Selain wortel, saya kenalkan juga dengan buncis, beet, asparagus, brokoli, zuccini dan beraneka sayuran lainnya. Setelah itu baru dikenalkan dengan buah. Daging, ayam dan ikan dikenalkan saat 9 atau 10 bulan. Ini sesuai dengan kampanye pemerintah untuk makan 5 porsi sayur dan buah setiap hari, dibiasakan sejak dini.

Pembatasan jam menyusui selama empat jam sekali bertujuan untuk membentuk pola makan 4 kali sehari. Sarapan, makan siang, ngemil dan makan malam. Di luar itu tidak ada ritual makan apapun. Di sini lah anak makan sesuai dengan waktu nya dan tidak makan sembarangan. Biasanya sarapan pagi dimulai pukul 7.30 atau 8, makan siang pukul 12, ngemil pukul 4 sore dan makan malam pukul 7 atau 8. Untuk ngemil, anak-anak biasa makan yoghurt, buah, atau biskuit.

Terbiasa dengan kata “tidak”

Sejak bayi, anak-anak di Prancis terbiasa mendengar kata “tidak.” Saking terbiasanya sampai kata pertama Zola adalah kata “non” (tidak). Di sini orangtua menunjukkan power nya, bahwa anak harus mengikuti aturan orangtua nya, tidak ada pilihan lagi. Biasanya kalimat sakti yang diucapkan orangtua kepada anak yakni “c’est moi qui decide” (saya lah yang memutuskan). Kalau kalimat itu sudah keluar, anak tidak bisa memaksa lagi.

Saat usia Zola sedang giat-giat nya melempar barang, misalnya boneka atau mainan bayi lainnya, dokter menyarankan saya memberi kesempatan untuk Zola melempar hanya sebanyak dua kali. Untuk lemparan pertama, barang yang dilempar boleh diambilkan sambil ingatkan “jangan melempar.” Lemparan kedua masih boleh diingatkan sambil bilang “ini kesempatan terakhir, tidak boleh melempar lagi.” Jika ada lemparan ketiga, maka saya tidak perlu mengambilkan barang yang dilempar si bayi. Resiko nya bayi akan menangis, tapi saya dianjurkan mengajaknya berbicara agar tidak melempar lagi atau mendiamkan saja sekalian. Ketika berbicara dengan anak, biasakan sejajarkan pandangan mata kita dengan mata nya, tatap mata anak dan bicara tegas, bukan galak.

Kalau begini, orang tua di Prancis terkesan authoritative, padahal tujuan membiasakan anak dengan larangan sejak bayi agar dia terbiasa mengikuti aturan yang berlaku ketika tumbuh dewasa. Orangtua di sini harus konsisten menetapkan sejumlah peraturan di rumah, termasuk menerapkan waktu time out. Di usia tantrum (sekitar 2 sampai 3 tahun) saatnya orangtua tegas untuk tidak menuruti segala keinginan anak. Anak jadi paham siapa yang ‘berkuasa’ dan harus diikuti aturannya di rumah. Tidak heran kalau biasanya anak-anak Prancis jika diajak ke luar sikapnya sangat manis, bisa diberi tahu dengan baik, dan sopan. Sangat mudah menjaga dan mengawasi anak-anak ini.

Bayi belajar di daycare dan assistante maternelle

Sekitar usia enam bulan, saya mendaftarkan Zola di daycare. Daycare di Prancis memiliki beberapa sistem. Ada yang dikelola pemerintah, ada yang swasta. Ada daycare yang hanya beroperasi setengah hari (halte garderie) atau yang sehari penuh (crèche). Ada pula yang hanya beberapa kali seminggu, sisa nya memanfaatkan jasa assistante maternelle atau seorang pengasuh seperti baby sitter yang menerima penitipan anak di rumah nya sendiri. Tentu saja asistante maternelle ini bersertifikasi dan diawasi pemerintah. Setiap anak yang dititipkan di daycare berhak menerima tunjangan untuk biaya daycare. Biaya ini disesuaikan dengan kondisi keuangan kedua orang tua nya.

Daycare atau assistante maternelle fungsi nya bukan sekedar penitipan anak, namun juga sebagai tempat belajar dan menanamkan karakter yang ingin dibentuk sejak bayi. Di daycare, bayi belajar disiplin, belajar tertib saat makan, belajar merapikan mainannya kembali, belajar berteman, dan lain sebagainya.

Karena dari bayi , Zola sudah saya biasakan minum ASIP dengan memegang botol nya sendiri, begitu masuk daycare, Zola sudah terbiasa dengan cara di daycare yang mengajarkan bayi lebih mandiri. Di usia dua tahun, bahkan lebih muda, bayi-bayi yang dititipkan di daycare ini sudah bisa makan bersama duduk di kursi nya masing-masing dan makan sendiri. Pengasuh tinggal mengawasi dan membantu jika diperlukan.

Sebelum makan, anak-anak diajarkan mencuci tangan sendiri di tempat yang sudah disediakan. Semua fasilitas dibuat dalam versi mini agar anak lebih mudah menjangkau. Tempat ganti popok pun disediakan tempat khusus, di ruangan yang dibuat seperti toilet. Bayi tidak digantikan popok nya di sembarang tempat. Ini akan lebih memudahkan ketika memasuki fase toilet training karena sejak kecil ia sudah terbiasa digantikan popok nya di toilet dan akhirnya membentuk pola bahwa buang air harus di toilet.

Syarat masuk TK: sudah lepas popok dan bisa makan sendiri

Semua kebiasaan yang dibentuk sejak bayi adalah untuk mempersiapkan anak ke fase berikutnya, masuk TK (école maternelle). Anak-anak di Prancis mulai masuk TK di usia 3 tahun dan syaratnya adalah harus sudah lepas popok, bisa buang air di toilet dan bisa makan sendiri. Jika ini belum bisa dilakukan, anak kembali dikirim ke rumah untuk lebih disiapkan lagi. Ini tentu nya menjadi tugas orangtua menyiapkan anak masuk sekolah.

Prancis dikenal sebagai negara yang memegang prinsip laïcité, memisahkan antara urusan kenegaraan atau ranah publik dengan urusan agama. Agama dianggap ranah privat tiap-tiap indivdiu. Jadi, semua sekolah milik negara, dari TK sampai Universitas di Prancis dibuat netral dari segala dogma agama apapun. Guru-guru dan murid dilarang memakai aksesoris yang identik dengan agama, misalnya hijab, kalung salib atau kippah (peci kecil yahudi). Sekolah pun dilarang mengajarkan ajaran agama pun. Yang ingin ditanamkan adalah french civilisation, bagaimana hidup bersama sebagai warga negara Prancis. Meskipun begitu tiap keluarga bebas mengajarkan ajaran agama di rumah masing-masing.

Belajar Berani dan Percaya diri

Selain kuliah dan mengurus bayi, saya juga bekerja part time di boulangerie & patisserie, toko roti & kue ala Prancis. Di sini saya sering mendapatkan customer-customer cilik yang berinteraksi langsung dengan saya untuk membeli sesuatu, dari bertanya hingga melakukan transaksi. Anak-anak di sini diajar berani menghadapi orang lain, dari teman sebaya sampai orang dewasa. Karena Prancis termasuk salah satu negara ramah anak, maka kecurigaan terhadap orang tidak dikenal cenderung minim. Adalah normal jika ada orang asing menyapa anak-anak di tempat umum, asalkan tidak menyentuh dan tetap bersikap sopan.

Setiap anak juga dibiasakan dari kecil untuk mengucapkan four magic words : bonjour/bonsoir (good morning/good evening), s’il vou plaît (please), merci (thank you), dan au revoir (good bye). Mereka bebas bercerita, berekspresi dan bertanya tentang apapun pada orang dewasa. Mungkin karena kesempatan seperti ini diberikan sejak kecil, anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang kritis, berani dan percaya diri.

Cerita pengalaman saya ini bukanlah untuk membanding-bandingkan parenting mana yang lebih baik. Parenting ala Prancis ini hanya lah salah satu referesi pola asuh untuk orangtua, boleh ditiru jika cocok ataupun tidak.

Sebenarnya tidak ada yang spesial dengan parenting ala prancis ini, orangtua-orangtua di sana hanya membuat parenting menjadi lebih mudah dengan menjadikan anak lebih teratur dan bisa mendiri sejak dini. Semoga bisa menambah pengetahuan parenting dan menerapakan mana yang dianggap baik. 🙂

2 thoughts on “Parenting ala Prancis: metode disiplin, tertib, mandiri, dan berani sejak bayi

Leave a comment